Malam itu salju turun ketika aku
berjalan di sepanjang jalan Peykhane dekat
Cordial House tempat aku dan Jamy
menginap, ketika itu aku mencari toko obat atau mini market yang masih buka. Karena Jamy tiba-tiba mengalami demam
tinggi, ketika itu aku dan Jamy mendapatkan tugas untuk menghadiri beberapa
acara yang di selenggarakan di Turki. Memang kami adalah sepasang kekasih yang
sama-sama bekerja diperusahan yang sama, namun dalam hal ini kami bisa
mengesampingkan urusan pribadi dan bersikap profesional dalam bekerja.
Aku rekatkan rapat-rapat mantel
musim dinginku ketika udara Turki menusuk tulang-tulang yang aku sembunyikan
dibalik enam lapisan pakaian hangat yang aku kenakan. Sungguh berbeda sekali antara
suhu di sini dan di tanah airku Indonesia, “Aku rindu rumahku” kataku dalam
hati.
Setelah berjalan beberapa menit,
tidak ku temukan juga toko obat. Aku melihat ponselku, dan ya ampun pantas saja
tidak ada toko yang buka, ternyata waktu menunjukan tengah malam di Turki.
Seketika aku merasa takut, karena bagaimana pun aku berada di negara orang di
tengah malam buta yang dingin, sendirian dan aku seorang wanita. Namun jika aku
tidak mendapatkan obat untuk Jamy, aku takut akan terjadi sesuatu pada Jamy,
dan akhirnya aku beranikan diri untuk terus dan terus mencari toko obat di
sepanjang jalan Peykhane.
Di ujung jalan perbatasan antara jalan
Peykhane dan jalan Piyer Loti akhirnya aku menemukan toko
obat, betapa leganya aku menemukan toko obat ini. Setelah membeli obat yang aku
cari untuk Jamy, aku langsung bergegas menuju tempatku menginap.
Ketika aku sampai disana aku
langsung meminumkan obatnya pada Jamy, tidak lupa aku ganti kompresan penurun
demamnya. Melihat Jamy seperti itu aku merasa sedih, meski dia tidak
menceritakannya padaku tapi aku tahu betapa tersiksanya dia dengan kondisi
seperti itu. Malam ini aku putuskan untuk menunggu Jamy dikamarnya, meski aku
rasa ini tidak boleh tapi aku tidak mau meninggalkan Jamy dalam kondisi kritis
seperti itu. Sepanjang malam mataku tidak bisa terpejam, aku kasian melihat
Jamy yang mengigil kedinginan, beberapa menit sekali aku ganti kompresannya
agar demam Jamy mereda.
Setelah itu aku tidak ingat apapun,
dan tiba-tiba aku terbangun dan mendapatkan diriku disamping tempat tidur Jamy.
Ketika aku tersadar aku melihat Jamy tersenyum sambil masih terbaring lemah di
tempat tidurnya, aku periksa suhu tubuhnya, dan syukurlah demamnya sudah reda.
Aku pasti akan mengingat malam itu,
malam dimana aku merasa takut dalam kesendirian namun seketika menjadi
pemberani, aku merasa lemah dalam kegelapan namun seketika menjadi kuat. Dimana
aku tidak peduli kapan dan dimana aku berada demi menolong orang yang aku
cinta. Kadang aku berfikir cinta itu harus berkorban, dan mungkin inilah
pengorbanan cintaku untuk Jamy.
***
Besoknya
aku kembali berjalan di sepanjang jalan Peykhane,
mengenang kembali malam panjang yang dingin yang aku alami, mencari toko
obat yang masih buka di tengah malam buta, namun bedanya kenangan ini membuatku
tersenyum getir dalam perjuangan cintaku sekarang.
Kadang aku ingin bertanya padanya,
“Tahukah kamu apa yang aku lakukan malam itu? malam ketika kamu hidup tapi
tidak merasakan kehidupan?” , “Tahukah kamu betapa takutnya aku berjalan dalam
gelapnya malam yang dingin?” , “Tahukah kamu betapa khawatirnya aku ketika
itu?” , “Tahukah kamu siapa yang menyelamatkanmu malam itu, siapa?”. Namun
seperinya hal itu tidak akan pernah dia tahu, bahkan dia tidak mau tahu.
Pada saat itu aku merasa dunia tidak
adil padaku, aku yang berusaha menolong dia tapi tidak akan pernah dilihat oleh
Jamy, apa iya malam itu sepele baginya? Di sisi kewanitaanku aku merasa aku
melakukan hal yang benar, aku melakukan hal yang akan membuatnya bangga dan
berterimakasih padaku, yang akan membuatnya semakin mencintaiku karena semua
pengorbanan yang aku lakukan untuknya.
Selanjutnya aku menuju mesjid Sultan II Mahmut Turbesi dimana dulu aku
pernah melaksanakan sholat dzuhur bersama Jamy. Setelah selesai melaksanakan
sholat, aku menuju Faros Restaurant dan
menghabiskan siang hariku dengan menyantap makanan khas Turki dan tidak lupa
memesan sahlep minuman khas musim
dingin di Turki.
Tidak kusangka semuanya ini hanyalah
tinggal kenangan, sulit bagiku melupakan semua kenangan yang telah aku alami
bersama Jamy. Dia adalah pria pertama yang aku cintai sepenuh hati, namun tidak
kusangka aku tidak mendapatkan perlakuan yang manis untuk seluruh
pengorbananku. Mungkin saat ini Jamy sedang bersama dia, wanita yang telah
menjadi pengisi hatinya, dan melupakan aku wanita masa lalunya.
Tidak terasa aku telah menghabiskan
dua cangkir sahlep ternyata kesedihan
dapat membuat waktu cepat berlalu. Setelah selesai membayar makanan yang telah
habis aku santap, aku kembali mengelilingi kota indah ini. Dari Faros Restaurant aku memilih pergi ke Sultanahmet Park, aku ingin mengubur
kesedihan ini dengan suasana indah di sana.
Ditengah perjalanan tiba-tiba aku
mendapat pesan singkat, ternyata pesan singkat dari Gina, temanku yang kali ini
ditugaskan bersamaku untuk menghadiri peluncuran produk baru perusahaan tempat
kami bekerja. Dan ternyata Gina berada di Sultanhamet
Park, sangat kebetulan sekali kami akan menghabiskan waktu sore kami
bersama sambil berkeliling di tengah hamparan salju yang putih.
Tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk menuju Sultanhamet Park,
sesampainya disana udara dingin langsung menusuk tulang-tulangku, aku rekatkan
lagi mantel hangatku, juga tidak lupa penutup telinga yang cukup membuat
tubuhku hangat. Setelah mengabari Gina akhirnya kami bertemu di depan sebuah
air mancur, yang sekarang airnya tidak mengalir karena beku.
“kış rüzgar soğuk* ”
Kata Gina padaku.
“evet*,
Gin “ Jawabku.
Tidak bosan-bosannya kami berdua
mengagumi lukisan alam yang sangat indah, yang pasti tidak akan kami dapatkan
di negeri kami tercinta Indonesia. Setelah beberapa saat berkeliling kami
akhirnya memutuskan mencari café, sambil menghangatkan badan yang mulai membeku
dengan secangkir kopi khas turki kami pun mengobrol banyak hal. Dan tiba-tiba
Gina menyinggung soal hubunganku dengan Jamy.
***
Sore itu entah kenapa perasaanku
tidak enak, akhirnya aku putuskan untuk menghubungi Jamy. Setelah beberapa kali
aku menghubungi Jamy lewat telepon, tidak ada respon sama sekali dari Jamy.
Perasaanku makin tidak enak, apa sebenarnya yang akan terjadi.
Ketika itu kali keduaku berada di
Turki, namun kali ini berbeda, aku di tugaskan tidak dengan Jamy lagi, karena
Jamy harus pergi ke Jepang. Setelah kami berpisah pesawat di bandara kemarin,
tidak ada kabar sama sekali dari Jamy, biasanya dia akan menghubungiku tapi
entah kenapa sudah satu bulan ini sikap Jamy banyak yang berubah termasuk soal
mengabari keadaan dia sekarang.
Semua tugas yang di berikan
perusahaan telah aku selesaikan dalam 3 hari masih ada sisa 2 hari di Turki,
dan sisa hari itu aku habiskan untuk mengelilingi tempat-tempat yang dulu
pernah aku datangi bersama Jamy. Hari itu aku memutuskan pergi ke Sultanhamet Park setiap aku ditugaskan
ke Turki pasti saja bertepatan dengan musim dingin di sini. Beberapa saat
setelah aku berkeliling, entah kenapa aku ingin makan siang di Sultanhamet Hotel yang letaknya masih di
sekitar Sultanhamet Park.
Ketika aku menuju meja kosong yang
berada di dekat jendela, aku melihat sosok yang tidak asing bagiku, beberapa
kali aku pastikan dan aku yakinkan mata dan hatiku ternyata aku tidak salah
lihat, sosok itu Jamy. Dia berada di sana juga, sedang duduk sendirian dan
sedang menyantap pesanannya, dua piring meze
dan dua cangkir sahlep, kenapa Jamy
memesan dua porsi makanan, bersama siapa dia sebenarnya?
Semua kecurigaanku terhadap Jamy
semakin menjadi-jadi, apa mungkin Jamy bersama wanita lain. Dengan siapa
sebenarnya Jamy disini, bukankah dia seharusnya di Jepang, kenapa bisa dia ada
disini?
Akhirnya aku memutuskan untuk menghampiri
Jamy, betapa terkejutnya dia melihat aku berdiri di hadapannya. Semua
kecurigaanku tadi aku tanyakan padanya, dan ternyata dia menyusulku ke Turki
karena urusan di Jepang telah selesai. Dia juga tidak dengan wanita lain seperti
yang aku curigai, dia ke Turki bersama Pak Yo, rekan kerja kami. Alangkah
malunya aku ketika itu, menuduh Jamy melakukan hal yang tidak dia lakukan,
akhirnya kami bertiga pun makan siang bersama disana.
Beberapa saat kemudian ketika Jamy
sedang pergi ke kamar mandi, tiba-tiba ponselnya berdering, ada panggilan masuk
untuknya. Karena Jamy tidak ada akhirnya aku yang menjawab telponnya, takutnya
itu panggilan penting. Betapa terkejutnya aku setelah mendengar perkataan dari
sang penelpon, dia seorang wanita yang memanggil Jamy dengan kata-kata mesra,
aku langsung menutup telponnya.
Tanpa izin dari Jamy aku mulai
membuka kontak telponnya, kotak masuk pesannya, hingga semua folder di
handphonenya. Bagaikan tersambar petir di tengah musim salju yang indah, banyak
sekali foto wanita, bukan aku, namun satu orang yang aku kenal. Ternyata selama
ini Jamy berhubungan dengannya, pantas saja dia tidak menghubungi dan tidak merespon
telponku, dan wanita itu Desi teman masa kuliah kami.
***
Sore itu aku buka kembali luka lama
tiga tahun lalu bertepatan dengan ketiga kalinya aku menginjakan kakiku di
Turki, aku menceritakan pada Gina bagaimana aku mengetahui bahwa Jamy
berselingkuh. Dan tidak lupa aku ceritakan padanya bagaimana kejadian ketika
aku menanyakan pengkhianatan ini pada Jamy.
Ketika kami di Sultanhamet Hotel dan setelah Pak Yo kembali ke kamarnya, aku mengungkapkan
semua kekecewaanku pada Jamy, dan betapa sakit hatinya aku ketika Jamy menjawab
dengan nada yang santai dan entengnya tentang kebenaran yang sesungguhnya, dia
mengakui perbuatannya itu, dan sama sekali tidak merasa bersalah. Menurutnya
dia melakukan hal yang wajar, karena dia merasa bosan dengan hubungan kami, dia
ingin suasana baru dengan wanita lain, dan ketika dia merasa bosan dengan
wanita lain dia akan kembali padaku. Karena menurutnya akulah yang terbaik yang
selalu mengerti keadaannya, yang selalu sabar menghadapinya dan selalu ada
dikala dia membutuhkan.
Betapa kejamnya Jamy yang tidak
memikirkan perasaanku waktu itu, bagaimana pun aku wanita yang tidak ingin
seenaknya di perlakukan oleh orang yang aku sayangi. Namun aku cukup mengerti
manusia seperti apa seorang Jamy, akhirnya aku memutuskan untuk tidak akan
kembali padanya lagi.
Pemandangan yang indah dengan langit
jingga yang menghias angkasa, dengan salju yang terhampar di setiap penjuru Sultanhamet Park sore itu menutup cerita
piluku pada Gina, dengan setetes air mata kepedihan dan dengan semua kenangan
di tanah Turki.
Keterangan :
-
kış rüzgar soğuk :
dinginnya angin musim salju.
-
evet : iya.
-
Türkiye'de kış : musim
dingin di Turki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar