Kamis, 18 Juli 2013

Türkiye'de kış (dalam perlombaan)



            Malam itu salju turun ketika aku berjalan di sepanjang jalan Peykhane dekat Cordial House tempat aku dan Jamy menginap, ketika itu aku mencari toko obat atau mini market yang masih buka. Karena Jamy tiba-tiba mengalami demam tinggi, ketika itu aku dan Jamy mendapatkan tugas untuk menghadiri beberapa acara yang di selenggarakan di Turki. Memang kami adalah sepasang kekasih yang sama-sama bekerja diperusahan yang sama, namun dalam hal ini kami bisa mengesampingkan urusan pribadi dan bersikap profesional dalam bekerja.
            Aku rekatkan rapat-rapat mantel musim dinginku ketika udara Turki menusuk tulang-tulang yang aku sembunyikan dibalik enam lapisan pakaian hangat yang aku kenakan. Sungguh berbeda sekali antara suhu di sini dan di tanah airku Indonesia, “Aku rindu rumahku” kataku dalam hati.
            Setelah berjalan beberapa menit, tidak ku temukan juga toko obat. Aku melihat ponselku, dan ya ampun pantas saja tidak ada toko yang buka, ternyata waktu menunjukan tengah malam di Turki. Seketika aku merasa takut, karena bagaimana pun aku berada di negara orang di tengah malam buta yang dingin, sendirian dan aku seorang wanita. Namun jika aku tidak mendapatkan obat untuk Jamy, aku takut akan terjadi sesuatu pada Jamy, dan akhirnya aku beranikan diri untuk terus dan terus mencari toko obat di sepanjang jalan Peykhane.
            Di ujung jalan perbatasan antara jalan Peykhane dan jalan Piyer Loti akhirnya aku menemukan toko obat, betapa leganya aku menemukan toko obat ini. Setelah membeli obat yang aku cari untuk Jamy, aku langsung bergegas menuju tempatku menginap.
            Ketika aku sampai disana aku langsung meminumkan obatnya pada Jamy, tidak lupa aku ganti kompresan penurun demamnya. Melihat Jamy seperti itu aku merasa sedih, meski dia tidak menceritakannya padaku tapi aku tahu betapa tersiksanya dia dengan kondisi seperti itu. Malam ini aku putuskan untuk menunggu Jamy dikamarnya, meski aku rasa ini tidak boleh tapi aku tidak mau meninggalkan Jamy dalam kondisi kritis seperti itu. Sepanjang malam mataku tidak bisa terpejam, aku kasian melihat Jamy yang mengigil kedinginan, beberapa menit sekali aku ganti kompresannya agar demam Jamy mereda.
            Setelah itu aku tidak ingat apapun, dan tiba-tiba aku terbangun dan mendapatkan diriku disamping tempat tidur Jamy. Ketika aku tersadar aku melihat Jamy tersenyum sambil masih terbaring lemah di tempat tidurnya, aku periksa suhu tubuhnya, dan syukurlah demamnya sudah reda.
            Aku pasti akan mengingat malam itu, malam dimana aku merasa takut dalam kesendirian namun seketika menjadi pemberani, aku merasa lemah dalam kegelapan namun seketika menjadi kuat. Dimana aku tidak peduli kapan dan dimana aku berada demi menolong orang yang aku cinta. Kadang aku berfikir cinta itu harus berkorban, dan mungkin inilah pengorbanan cintaku untuk Jamy.
***
Besoknya aku kembali berjalan di sepanjang jalan Peykhane, mengenang kembali malam panjang yang dingin yang aku alami, mencari toko obat yang masih buka di tengah malam buta, namun bedanya kenangan ini membuatku tersenyum getir dalam perjuangan cintaku sekarang.
            Kadang aku ingin bertanya padanya, “Tahukah kamu apa yang aku lakukan malam itu? malam ketika kamu hidup tapi tidak merasakan kehidupan?” , “Tahukah kamu betapa takutnya aku berjalan dalam gelapnya malam yang dingin?” , “Tahukah kamu betapa khawatirnya aku ketika itu?” , “Tahukah kamu siapa yang menyelamatkanmu malam itu, siapa?”. Namun seperinya hal itu tidak akan pernah dia tahu, bahkan dia tidak mau tahu.
            Pada saat itu aku merasa dunia tidak adil padaku, aku yang berusaha menolong dia tapi tidak akan pernah dilihat oleh Jamy, apa iya malam itu sepele baginya? Di sisi kewanitaanku aku merasa aku melakukan hal yang benar, aku melakukan hal yang akan membuatnya bangga dan berterimakasih padaku, yang akan membuatnya semakin mencintaiku karena semua pengorbanan yang aku lakukan untuknya.
            Selanjutnya aku menuju mesjid Sultan II Mahmut Turbesi dimana dulu aku pernah melaksanakan sholat dzuhur bersama Jamy. Setelah selesai melaksanakan sholat, aku menuju Faros Restaurant dan menghabiskan siang hariku dengan menyantap makanan khas Turki dan tidak lupa memesan sahlep minuman khas musim dingin di Turki.
            Tidak kusangka semuanya ini hanyalah tinggal kenangan, sulit bagiku melupakan semua kenangan yang telah aku alami bersama Jamy. Dia adalah pria pertama yang aku cintai sepenuh hati, namun tidak kusangka aku tidak mendapatkan perlakuan yang manis untuk seluruh pengorbananku. Mungkin saat ini Jamy sedang bersama dia, wanita yang telah menjadi pengisi hatinya, dan melupakan aku wanita masa lalunya.
            Tidak terasa aku telah menghabiskan dua cangkir sahlep ternyata kesedihan dapat membuat waktu cepat berlalu. Setelah selesai membayar makanan yang telah habis aku santap, aku kembali mengelilingi kota indah ini. Dari Faros Restaurant aku memilih pergi ke Sultanahmet Park, aku ingin mengubur kesedihan ini dengan suasana indah di sana.
            Ditengah perjalanan tiba-tiba aku mendapat pesan singkat, ternyata pesan singkat dari Gina, temanku yang kali ini ditugaskan bersamaku untuk menghadiri peluncuran produk baru perusahaan tempat kami bekerja. Dan ternyata Gina berada di Sultanhamet Park, sangat kebetulan sekali kami akan menghabiskan waktu sore kami bersama sambil berkeliling di tengah hamparan salju yang putih.
            Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju Sultanhamet Park, sesampainya disana udara dingin langsung menusuk tulang-tulangku, aku rekatkan lagi mantel hangatku, juga tidak lupa penutup telinga yang cukup membuat tubuhku hangat. Setelah mengabari Gina akhirnya kami bertemu di depan sebuah air mancur, yang sekarang airnya tidak mengalir karena beku.
            kış rüzgar soğuk* ” Kata Gina padaku.
            “evet*, Gin “ Jawabku.
            Tidak bosan-bosannya kami berdua mengagumi lukisan alam yang sangat indah, yang pasti tidak akan kami dapatkan di negeri kami tercinta Indonesia. Setelah beberapa saat berkeliling kami akhirnya memutuskan mencari café, sambil menghangatkan badan yang mulai membeku dengan secangkir kopi khas turki kami pun mengobrol banyak hal. Dan tiba-tiba Gina menyinggung soal hubunganku dengan Jamy.
***
            Sore itu entah kenapa perasaanku tidak enak, akhirnya aku putuskan untuk menghubungi Jamy. Setelah beberapa kali aku menghubungi Jamy lewat telepon, tidak ada respon sama sekali dari Jamy. Perasaanku makin tidak enak, apa sebenarnya yang akan terjadi.
            Ketika itu kali keduaku berada di Turki, namun kali ini berbeda, aku di tugaskan tidak dengan Jamy lagi, karena Jamy harus pergi ke Jepang. Setelah kami berpisah pesawat di bandara kemarin, tidak ada kabar sama sekali dari Jamy, biasanya dia akan menghubungiku tapi entah kenapa sudah satu bulan ini sikap Jamy banyak yang berubah termasuk soal mengabari keadaan dia sekarang.
            Semua tugas yang di berikan perusahaan telah aku selesaikan dalam 3 hari masih ada sisa 2 hari di Turki, dan sisa hari itu aku habiskan untuk mengelilingi tempat-tempat yang dulu pernah aku datangi bersama Jamy. Hari itu aku memutuskan pergi ke Sultanhamet Park setiap aku ditugaskan ke Turki pasti saja bertepatan dengan musim dingin di sini. Beberapa saat setelah aku berkeliling, entah kenapa aku ingin makan siang di Sultanhamet Hotel yang letaknya masih di sekitar Sultanhamet Park.
            Ketika aku menuju meja kosong yang berada di dekat jendela, aku melihat sosok yang tidak asing bagiku, beberapa kali aku pastikan dan aku yakinkan mata dan hatiku ternyata aku tidak salah lihat, sosok itu Jamy. Dia berada di sana juga, sedang duduk sendirian dan sedang menyantap pesanannya, dua piring meze dan dua cangkir sahlep, kenapa Jamy memesan dua porsi makanan, bersama siapa dia sebenarnya?
            Semua kecurigaanku terhadap Jamy semakin menjadi-jadi, apa mungkin Jamy bersama wanita lain. Dengan siapa sebenarnya Jamy disini, bukankah dia seharusnya di Jepang, kenapa bisa dia ada disini?
            Akhirnya aku memutuskan untuk menghampiri Jamy, betapa terkejutnya dia melihat aku berdiri di hadapannya. Semua kecurigaanku tadi aku tanyakan padanya, dan ternyata dia menyusulku ke Turki karena urusan di Jepang telah selesai. Dia juga tidak dengan wanita lain seperti yang aku curigai, dia ke Turki bersama Pak Yo, rekan kerja kami. Alangkah malunya aku ketika itu, menuduh Jamy melakukan hal yang tidak dia lakukan, akhirnya kami bertiga pun makan siang bersama disana.
            Beberapa saat kemudian ketika Jamy sedang pergi ke kamar mandi, tiba-tiba ponselnya berdering, ada panggilan masuk untuknya. Karena Jamy tidak ada akhirnya aku yang menjawab telponnya, takutnya itu panggilan penting. Betapa terkejutnya aku setelah mendengar perkataan dari sang penelpon, dia seorang wanita yang memanggil Jamy dengan kata-kata mesra, aku langsung menutup telponnya.
            Tanpa izin dari Jamy aku mulai membuka kontak telponnya, kotak masuk pesannya, hingga semua folder di handphonenya. Bagaikan tersambar petir di tengah musim salju yang indah, banyak sekali foto wanita, bukan aku, namun satu orang yang aku kenal. Ternyata selama ini Jamy berhubungan dengannya, pantas saja dia tidak menghubungi dan tidak merespon telponku, dan wanita itu Desi teman masa kuliah kami.

***
            Sore itu aku buka kembali luka lama tiga tahun lalu bertepatan dengan ketiga kalinya aku menginjakan kakiku di Turki, aku menceritakan pada Gina bagaimana aku mengetahui bahwa Jamy berselingkuh. Dan tidak lupa aku ceritakan padanya bagaimana kejadian ketika aku menanyakan pengkhianatan ini pada Jamy.
            Ketika kami di Sultanhamet Hotel dan setelah Pak Yo kembali ke kamarnya, aku mengungkapkan semua kekecewaanku pada Jamy, dan betapa sakit hatinya aku ketika Jamy menjawab dengan nada yang santai dan entengnya tentang kebenaran yang sesungguhnya, dia mengakui perbuatannya itu, dan sama sekali tidak merasa bersalah. Menurutnya dia melakukan hal yang wajar, karena dia merasa bosan dengan hubungan kami, dia ingin suasana baru dengan wanita lain, dan ketika dia merasa bosan dengan wanita lain dia akan kembali padaku. Karena menurutnya akulah yang terbaik yang selalu mengerti keadaannya, yang selalu sabar menghadapinya dan selalu ada dikala dia membutuhkan.
            Betapa kejamnya Jamy yang tidak memikirkan perasaanku waktu itu, bagaimana pun aku wanita yang tidak ingin seenaknya di perlakukan oleh orang yang aku sayangi. Namun aku cukup mengerti manusia seperti apa seorang Jamy, akhirnya aku memutuskan untuk tidak akan kembali padanya lagi.
            Pemandangan yang indah dengan langit jingga yang menghias angkasa, dengan salju yang terhampar di setiap penjuru Sultanhamet Park sore itu menutup cerita piluku pada Gina, dengan setetes air mata kepedihan dan dengan semua kenangan di tanah Turki.


Keterangan :
-          kış rüzgar soğuk : dinginnya angin musim salju.
-          evet : iya.
-          Türkiye'de kış : musim dingin di Turki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar