Kamis, 18 Juli 2013

Tunggu Aku (dalam perlombaan)



            Sepertinya aku ditakdirkan memang tidak bisa selalu bersamamu, menjalani hidup ini dengan tenang dan bahagia bersama orang yang aku cinta. Aku yakin itu adalah takdirku, takdir yang selalu memisahkan tubuh kita, namun tidak dengan hati ini, aku yakin hatimu dan hatiku saling bertautan meski terhalang jarak.
            Di masa kecilku, aku telah terbiasa ditinggal ibuku pergi merantau ke ibu kota. Setiap malam aku selalu menangis bila teringat dia, ketika itu aku di titipkan pada nenekku. Waktu itu aku sangat membenci ibuku yang selalu meninggalkanku, aku selalu iri melihat teman-temanku ketika bersama ibu mereka, namun setelah aku dewasa aku baru mengerti bahwa ibuku tidak semata-mata meninggalkan aku tanpa sebab, karena aku dia harus bekerja lebih keras lagi, demi memenuhi kebetuhan diriku.
            Melihat kondisi nenekku yang tidak mungkin disusahkan untuk mengurusku hingga besar, akhirnya aku di urus oleh saudara ibuku, hingga akhirnya aku bisa tumbuh sehat dan kebutuhanku cukup terpenuhi.
            Namun masalah lain muncul ketika aku telah mengerti akan situasi yang terjadi dalam hidupku, ketika aku ingin menemui ibuku, orang tua angkatku seperti tidak setuju jika aku menemuinya, kadang aku bertanya apakah aku salah menemui ibu kandungku sendiri? Apakah aku tidak boleh lagi bertemu dengan ibuku yang telah melahirkanku dan memberikan kesempatan padaku untuk melihat dan menjalani hidupku di dunia?
            Memang tidak semua pertemuanku dan ibuku di tentang orang tua angkatku, namun mereka sering mengancamku dengan ancaman dan perkataan yang membuatku menangis, dalam rasa sakitku aku selalu berdoa agar suatu hari aku masih diberi kesempatan hidup bersama ibuku lagi.
            Memang jasa kedua orang tua angkatku tidak kalah mulianya dengan ibuku, aku pun sangat menyayangi mereka, bahkan aku tidak membedakan kasih sayangku untuk mereka, aku ingin adil kepada semua orang tuaku. Kadang aku merasa lelah dengan keadaan hidupku yang tidak seperti teman-temanku, hidup nyaman dengan kedua orang tua kandung mereka, walau susah dan senang mereka tetap bersama, tanpa ada rasa takut untuk bersama tanpa ada ancaman, juga rasa cemburu satu sama lain.
            Mungkin memang ini takdirku, takdir hidup yang telah digariskan Allah untuk aku jalani, takdir dimana kesabaran kami di uji. Takdir hidup bersama orang tua angkat yang sangat baik dan sangat menyayangiku. Juga takdirku untuk hidup terpisah dari ibuku yang sangat aku rindukan. Dan ayahku sudah sejak kecil kami berpisah, ayahku telah memiliki keluarga baru, dan terkadang aku bertemu dengannya. Aku bangga dengan ibuku, yang tidak kenal lelah juga wanita yang sangat kuat, menjadi orang tua tunggal ketika aku masih kecil hingga sekarang aku dewasa.
            Dunia ini memang penuh keajaiban, do’a yang selama ini aku panjatkan akhirnya dikabulkan oleh Allah. Akhirnya aku dan ibuku hidup bersama, karena pada saat itu aku memutuskan mencari pengalaman untuk bekerja di ibu kota. Meski kedua orang tua angkatku tidak menyetujuinya namun tidak ada alasan untuk mereka menolaknya.
            Ketika itu hari-hariku penuh kebahagiaan, meski kami memiliki uang pas-pasan tapi kami menjalani itu semua dengan bahagia. Kadang kami makan satu piring berdua ketika kalender menunjukan tanggal tua. Namun justru itulah bahagianya, entah kenapa aku merasa hal ini justru yang membuatku nyaman. Beberapa bulan hidup bersama ibuku, ada hal yang sangat berbeda yang aku rasakan ketika aku hidup bersama orang tua angkatku. Mungkin hanya orang-orang yang di beri kesempatan seperti aku yang bisa merasakannya.
            Dan pada suatu hari ketika suatu masalah mendera kami, akhirnya kami terpisah kembali, aku kembali ke kampung halamanku karena aku akan melanjutkan sekolahku. Dan ibuku tetap berada di ibu kota, sangat berat untuk memutuskan hal itu, namun lagi-lagi dunia ini penuh dengan misteri dan keajaiban, dan inilah takdir yang harus aku jalani lagi.
            Akhirnya aku kembali ke tempat dimana aku dibesarkan, awalnya semua berjalan dengan nyaman, orang tua angkatku sangat perhatian, banyak janji-janji yang mereka obralkan padaku jika aku menuruti keinginan mereka untuk melanjutkan sekolah di kampung halaman.
            Seiring berjannya waktu, aku mulai menagih janji-janji yang sudah terlanjur aku harapkan terjadi. Memang tidak semuanya mereka penuhi tapi aku sangat kecewa dan bahkan menyesalinya sekarang. Karena apa yang mereka janjikan itu hanyalah harapan kosong yang mereka tawarkan padaku.
            Akhirnya musim liburan pun tiba, dan aku telah berencana untuk pergi mengunjungi ibuku di ibu kota. Namun lagi-lagi langkahku untuk menemui ibuku terhenti, aku tidak diperbolehkan bertemu dengannya. Meski mereka menolaknya dengan alasan lain, namun bagiku itu sama saja, mereka masih tetap seperti dulu, yang takut aku akan pergi dan lebih menyayangi ibuku lalu akan meninggalkan mereka.
            Dan malam ini aku menangis mengingat kebersamaanku dengan ibuku ketika itu, aku ingin merasakan hal yang sama lagi. Ibu, tunggulah aku 4 tahun lagi, ketika aku lulus dan aku akan mencari kerja di tempat ibu berada, agar kita bisa hidup bersama lagi bu, ibu tunggu aku ya, aku ingin membahagiakan ibu, aku ingin dekat dengan ibu, aku ingin rambutku ibu belai hingga aku tertidur seperti waktu itu ibu lakukan padaku. Ya Allah jangan pisahkan kami dulu sebelum aku bahagiakan ibuku, sebelum aku merasakan hidup bersama ibuku lagi, dan sebelum aku merasakan belaian tangan ibu dirambutku hingga aku tertidur untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar