Sepertinya
aku ditakdirkan memang tidak bisa selalu bersamamu, menjalani hidup ini dengan
tenang dan bahagia bersama orang yang aku cinta. Aku yakin itu adalah takdirku,
takdir yang selalu memisahkan tubuh kita, namun tidak dengan hati ini, aku
yakin hatimu dan hatiku saling bertautan meski terhalang jarak.
Di
masa kecilku, aku telah terbiasa ditinggal ibuku pergi merantau ke ibu kota.
Setiap malam aku selalu menangis bila teringat dia, ketika itu aku di titipkan
pada nenekku. Waktu itu aku sangat membenci ibuku yang selalu meninggalkanku,
aku selalu iri melihat teman-temanku ketika bersama ibu mereka, namun setelah
aku dewasa aku baru mengerti bahwa ibuku tidak semata-mata meninggalkan aku
tanpa sebab, karena aku dia harus bekerja lebih keras lagi, demi memenuhi
kebetuhan diriku.
Melihat
kondisi nenekku yang tidak mungkin disusahkan untuk mengurusku hingga besar,
akhirnya aku di urus oleh saudara ibuku, hingga akhirnya aku bisa tumbuh sehat
dan kebutuhanku cukup terpenuhi.
Namun
masalah lain muncul ketika aku telah mengerti akan situasi yang terjadi dalam
hidupku, ketika aku ingin menemui ibuku, orang tua angkatku seperti tidak
setuju jika aku menemuinya, kadang aku bertanya apakah aku salah menemui ibu
kandungku sendiri? Apakah aku tidak boleh lagi bertemu dengan ibuku yang telah
melahirkanku dan memberikan kesempatan padaku untuk melihat dan menjalani
hidupku di dunia?
Memang
tidak semua pertemuanku dan ibuku di tentang orang tua angkatku, namun mereka
sering mengancamku dengan ancaman dan perkataan yang membuatku menangis, dalam
rasa sakitku aku selalu berdoa agar suatu hari aku masih diberi kesempatan
hidup bersama ibuku lagi.
Memang
jasa kedua orang tua angkatku tidak kalah mulianya dengan ibuku, aku pun sangat
menyayangi mereka, bahkan aku tidak membedakan kasih sayangku untuk mereka, aku
ingin adil kepada semua orang tuaku. Kadang aku merasa lelah dengan keadaan
hidupku yang tidak seperti teman-temanku, hidup nyaman dengan kedua orang tua
kandung mereka, walau susah dan senang mereka tetap bersama, tanpa ada rasa
takut untuk bersama tanpa ada ancaman, juga rasa cemburu satu sama lain.
Mungkin
memang ini takdirku, takdir hidup yang telah digariskan Allah untuk aku jalani,
takdir dimana kesabaran kami di uji. Takdir hidup bersama orang tua angkat yang
sangat baik dan sangat menyayangiku. Juga takdirku untuk hidup terpisah dari
ibuku yang sangat aku rindukan. Dan ayahku sudah sejak kecil kami berpisah,
ayahku telah memiliki keluarga baru, dan terkadang aku bertemu dengannya. Aku
bangga dengan ibuku, yang tidak kenal lelah juga wanita yang sangat kuat,
menjadi orang tua tunggal ketika aku masih kecil hingga sekarang aku dewasa.
Dunia
ini memang penuh keajaiban, do’a yang selama ini aku panjatkan akhirnya
dikabulkan oleh Allah. Akhirnya aku dan ibuku hidup bersama, karena pada saat
itu aku memutuskan mencari pengalaman untuk bekerja di ibu kota. Meski kedua
orang tua angkatku tidak menyetujuinya namun tidak ada alasan untuk mereka
menolaknya.
Ketika
itu hari-hariku penuh kebahagiaan, meski kami memiliki uang pas-pasan tapi kami
menjalani itu semua dengan bahagia. Kadang kami makan satu piring berdua ketika
kalender menunjukan tanggal tua. Namun justru itulah bahagianya, entah kenapa
aku merasa hal ini justru yang membuatku nyaman. Beberapa bulan hidup bersama
ibuku, ada hal yang sangat berbeda yang aku rasakan ketika aku hidup bersama
orang tua angkatku. Mungkin hanya orang-orang yang di beri kesempatan seperti
aku yang bisa merasakannya.
Dan
pada suatu hari ketika suatu masalah mendera kami, akhirnya kami terpisah
kembali, aku kembali ke kampung halamanku karena aku akan melanjutkan
sekolahku. Dan ibuku tetap berada di ibu kota, sangat berat untuk memutuskan
hal itu, namun lagi-lagi dunia ini penuh dengan misteri dan keajaiban, dan
inilah takdir yang harus aku jalani lagi.
Akhirnya
aku kembali ke tempat dimana aku dibesarkan, awalnya semua berjalan dengan
nyaman, orang tua angkatku sangat perhatian, banyak janji-janji yang mereka
obralkan padaku jika aku menuruti keinginan mereka untuk melanjutkan sekolah di
kampung halaman.
Seiring
berjannya waktu, aku mulai menagih janji-janji yang sudah terlanjur aku
harapkan terjadi. Memang tidak semuanya mereka penuhi tapi aku sangat kecewa
dan bahkan menyesalinya sekarang. Karena apa yang mereka janjikan itu hanyalah
harapan kosong yang mereka tawarkan padaku.
Akhirnya
musim liburan pun tiba, dan aku telah berencana untuk pergi mengunjungi ibuku
di ibu kota. Namun lagi-lagi langkahku untuk menemui ibuku terhenti, aku tidak
diperbolehkan bertemu dengannya. Meski mereka menolaknya dengan alasan lain,
namun bagiku itu sama saja, mereka masih tetap seperti dulu, yang takut aku
akan pergi dan lebih menyayangi ibuku lalu akan meninggalkan mereka.
Dan
malam ini aku menangis mengingat kebersamaanku dengan ibuku ketika itu, aku
ingin merasakan hal yang sama lagi. Ibu, tunggulah aku 4 tahun lagi, ketika aku
lulus dan aku akan mencari kerja di tempat ibu berada, agar kita bisa hidup
bersama lagi bu, ibu tunggu aku ya, aku ingin membahagiakan ibu, aku ingin
dekat dengan ibu, aku ingin rambutku ibu belai hingga aku tertidur seperti
waktu itu ibu lakukan padaku. Ya Allah jangan pisahkan kami dulu sebelum aku
bahagiakan ibuku, sebelum aku merasakan hidup bersama ibuku lagi, dan sebelum
aku merasakan belaian tangan ibu dirambutku hingga aku tertidur untuk
selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar