Kamis, 18 Juli 2013

Hukum Kesetiaan (Dibukukan)



                Bahagia itu sederhana, itulah pepatah yang aku dapat hari ini ketika aku membuka salah satu artikel di facebook. Entah kenapa aku menyambungkan kalimat itu dengan keadaan hubungan orang tuaku saat itu. Yang aku tahu  ketika kita sudah menikah seharusnya rasa percaya dan perhatian terhadap pasangan akan lebih ekstra banyaknya kita peroleh dibanding ketika kita menjalani masa pacaran.
                Ketika usiaku 18 tahun aku selalu membayangkan akan jadi apa aku, akan seperti apa pasangan hidupku nanti, pernikahan sakral seperti apa yang aku ingin, rumah tangga yang harmonis yang ingin aku bentuk nanti dan anak-anak yang baik yang akan aku lahirkan kelak. Dengan murah dan mudahnya lamunan keinginanku itu terus terbang dalam benak dan mimpiku.
                Di suatu hari aku baru menyadari apa yang selalu menari dalam anganku itu tidak akan mudah aku realisasikan dalam masa depanku nanti. Ketika pada masanya orang tuaku selalu bertengkar dengan masalah yang berbeda-beda setiap harinya. Mengapa dua orang yang saling menyayangi dan saling berjanji untuk selalu membahagiakan kini terus menerus bertengkar?
                Suatu hubungan ternyata tidak semudah mengungkapkan kata-kata dalam menjalani dan mempertahankannya. Tidak semudah membalikan tangan dalam menghadapi persoalan di antara pelakunya. Hukum mengalah dan mengimbangi tak kalah penting perannya disini, mungkin jika di tambah sabar juga pengertian lebih yang akan membuat keadaannya akan baik-baik saja.
                Mungkin tidak hanya aku yang mengalami keadaan dimana aku harus mendengar umpatan yang tidak enak di dengar keluar dari mulut kedua orang tua yang paling kita cintai di dunia ini. Namun inilah kehidupan dimana cinta dan benci tidak jauh berbeda, dan ujian kesetiaan dimulai.
                Kata orang ketika kita ingin di perlakukan baik maka kita harus memperlakukan orang lain dengan baik terlebih dahulu. Dan juga ketika kita ingin pasangan kita setia maka kita harus setia juga. Itulah hukum timbal balik. Namun bagaimanakah rasanya ketika kita selalu setia kepada pasangan kita dengan harapan kita tidak akan di khianati namun pada kenyataannya pasangan kita tidak setia ?
                Ketika hal itu terjadi ibuku walau dalam sikap diamnya ada seribu isyarat kecewa yang amat dalam tersirat di wajahnya. Aku tahu ibuku adalah seorang wanita yang sibuk baik itu dalam mengurus urusan rumah tangga maupun dalam mengurus bisnisnya, namun ibuku pasti setia. Maka ketika tahu ayahku mengkhianatinya bukan hanya satu pisau yang menyayat hatinya mungkin beribu-ribu pisau telah mengoyak hatinya.
                Aku selalu heran dengan jalan pikiran seorang pria, ketika dia baru memulai karirnya dia selalu setia dan bersikap manis terhadap pasangan dan keluarganya, namun ketika karirnya sedang meroket, dengan banjir uang setiap harinya maka tak jarang pengkhianatan terjadi. Aku juga menyadari tidak hanya pria yang akan melakukan pengkhianatan ketika keadaan dirinya sudah tidak nyaman dalam situasi yang menekannya, wanita pun tidak sedikit yang melakukan pengkhiantan.
                Namun di dalam kisah ini tak hanya ayahku yang melakukan pengkhianatan, namun ibuku yang tadinya orang setia entah kenapa melakukan pengkhianatan juga. Kadang aku berpikir apa yang ibuku lakukan mungkin itu akibat sakit hati yang teramat sakit yang telah beliau rasakan. Tapi apakah harus kita membalas perbuatan yang sama ketika kita di khianati?
                Ketika semua itu terjadi, aku tidak tahu harus berbuat apa, di sisi lain aku ini hanya anak kecil yang takut salah dalam melakukan tindakan, tapi di sisi lainnya aku juga ingin mempertahankan keutuhan keluarga yang selama ini baik-baik saja. Andai kalian tahu ayah, ibu, akulah yang menjadi korban dalam situasi ini.
                Dengan perjalanan yang panjang dan berliku, permasalahan ini pun akhirnya mereda, tidak tahu dengan cara apa kedua orang tuaku kembali seperti dulu. Mungkin mereka telah sadar dan mengakui kesalahan yang mereka lakukan selama ini, dan yang aku liat merekapun berusaha memperbaiki hubungan dan kualitas diri masing-masing.
                Melihat keluargaku utuh kembali aku merasa bahagia, mungkin inilah cara orang dewasa mengerjakan ujian kesetiaan. Namun hari-hari berikutnya masalah demi masalah pun muncul lagi, kali ini bukan masalah pengkhianatan tapi masalah keuangan dan makanan.
                Karena masalah sebelumnya perekonomian keluarga kami jauh merosot dibanding sebelumnya, boleh dikatakan keluarga kami mengalami kebangkrutan. Setiap hari kami satu keluarga perlu makanan juga biaya sehari-hari. Dengan kondisi pada saat itu ayah sudah tidak punya pekerjaan, ibuku pun hanya sesekali mendapat penghasilan ketika ada pesanan kue.
                Yang dulunya segala macam makanan selalu tersedia di rumah, kali ini kami hanya bisa makan seadanya bahkan jika tidak ada makanan yang tersisa kami hanya memakan mie instan. Ketika itu aku berpikir sungguh luar biasa cobaan seorang hamba yang di beri kepercayaan oleh Allah dan dampak yang di timbulkan ketika tidak bisa mengembannya.
                Kembali hidup sederhana tidaklah sulit aku jalani, karena kami dulu pun sangat sederhana, sehingga terbiasa dengan keadaan yang kembali menjadi sederhana. Jeleknya aku selalu menyalahkan orang tuaku yang tidak bisa menahan ego masing-masing. Jika kejadian itu tidak pernah terjadi mungkin kehidupan kami akan sangat jauh baik dibanding sekarang.
                Hingga saat ini aku selalu membenci segala bentuk pengkhianatan, baik itu yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja. Baik itu dilakukan demi balas dendam tetap saja pengkhiantan adalah hal yang tidak baik.
                Oya, aku pernah berpikir apakah ketika kita berlaku setia pada pasangan, kita akan menerima sakit hati yang luar biasa dan bukan kesetian pula yang akan kita terima. Atau mungkin lebih baik kita tidak usah setia saja dalam menjalani hubungan ?
                Akhirnya aku tersadar kembali ketika membaca kalimat bahwa “Bahagia Itu Sederhana” aku mengartikan bahwa ketika kita ingin bahagia kita pun harus membahagiakan orang lain, entah perlakuan apa yang akan kita terima nantinya kita harus menghadapi itu. karena itulah hukumnya, dan kesetiaan pun sama ketika kita setia kita akan banyak menerima kesakitan hati, mungkin itu yang harus diterima karena hukum timbal balik itu pasti terjadi. Mungkin orang yang mengkhianati kita akan di khianati lagi meski bukan oleh kita.
                Banyak pelajaran yang kita peroleh dalam setiap peristiwa yang terjadi si sekitar kita, banyak hal pula yang harus kita pelajari dalam hidup ini. Dalam hubungan bayak hal yang harus dibuat seimbang dan banyak ego yang harus dihilangkan.
                Begitupun dengan keadaan keluargaku sekarang, karena kejadian dahulu banyak hal yang berharga yang kami se-keluarga alami dan kami jadikan pelajaran. Sejak saat itu ayah selalu berjuang agar usahanya kembali maju, walaupun harus banyak juga jatuh bangun yang dialami ayah, namun dengan tekad dan niat yang kuat ayahku kini berhasil memajukan usahanya lagi, beliau pun berjanji tidak akan melakukan hal bodoh lagi, beliau hanya ingin fokus pada keluarga dan kebahagiaan kami. Walaupun hingga saat ini banyak rintangan dan godaan yang di terima ayah namun ayah tindak ingin mengecewakan ibu dan aku lagi.
                Begitu pula dengan ibu, dengan banyaknya peran yang ibu lakukan, dengan kerasnya usaha yang ibu jalankan. Kami pun tidak terus menerus terpuruk dalam kekurangan, ibu selalu berusaha mencukupi apa yang kami butuhkan, entah telah berapa banyak keringat yang ibu keluarkan agar kami semua tidak kelaparan.
                Inilah kisahku dan kisah orang tuaku dalam menjalani hukum kesetiaan, dalam setiap kebaikan pasti ada berjuta kebaikan yang akan kita peroleh, dalam kesetiaan akan banyak pelajaran yang bisa kita pelajari walau terkadang harus merasakan pula sakit hati dan dalam sekecil apapun kejahatan pasti semua itu akan kita bayar dan kita rasakan akhirnya.
                Namaku Putri Rahmatia Fitriana, nama penaku Koginara, akun FB-ku Koginara Tabputy Numbone, email koginara@gmail.com, lahir di Kuningan, 14 Maret 1994, hobi menulis, baca juga nonton dvd drama korea. Tinggal di kuningan-jawa barat, mulai menulis sejak SMP namun banyak juga naskah yang tidak pernah terbit. Hehehe
Salam kenal, Anyeongg !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar