Kamis, 18 Juli 2013

7 Jam Perjalanan (Dibukukan)



Hujan turun dengan tenangnya, dipagi seindah ini sayang sekali jika harus di siram air hujan, padahal aku sangat ingin merasakan sinar mentari yang hangat dan membuatku bersemangat. Hari ini aku memulai aktifitasku kembali, dengan tas ransel favoritku aku bersiap menembus hujan, jalan, dan waktu yang tak sebentar demi menempuh istana ke-2 ku.
            Setiap sabtu pagi, pagi-pagi sekali aku harus bangun dan bersiap untuk pergi ke terminal, takutnya aku akan ketinggalan bis, bisa gawat jika aku ketinggalan bis, bisa-bisa pelajaran pertama nanti aku telat. Setelah perbekalan sudah siap tak lupa aku berpamitan kepada keluargaku, meminta restu agar aku dimudahkan dalam segala urusan.
            Singkat cerita aku sampai di terminal, tempat favoritku setiap hari sabtu. Dengan cuaca dingin dan hujan yang terus mengguyur kota kecilku ini. Kotaku merupakan sebuah kota yang sangat subur, udaranya pun masih segar, belum banyak tercemar oleh polusi, masih sering terdengar kicau burung disana-sini.
            Seketika aku melihat bis tujuan Merak sudah tiba di terminal, aku langsung bergegas mendekati bis itu. Rasanya tenang sekali jika aku sudah berada dalam bis itu, dan semangatku mulai muncul kembali, semangat menggapai cita-cita.
            Dalam perjalanan banyak hal yang aku pelajari, bagaiman rasanya sulit menjalani kehidupan yang keras ini. Apalagi ketika aku melihat para pengamen, penjaja makanan yang keluar masuk dalam bis yang aku tumpangi ini. Mereka semua harus berlari, dengan resiko yang besar, bisa saja mereka terjatuh, atau bahkan hal yang tidak di inginkan lainnya terjadi.
            Rasa malu buat mereka akan disingkirkan, rasa gengsi akan terkalahkan demi mencari nafkah, mereka tidak malu menjajakan barang dagangan mereka. Mereka tidak malu harus menawarkannya, mereka malah senang dengan apa yang mereka lakukan. Kadang aku berfikir ingin rasanya aku seperti mereka yang dapat bekerja keras dan membiayai sekolah sendiri.
            Melihat mereka yang berjuang keras di jalanan aku merasa sangat bersyukur karena aku masih diberi kecukupan dalam segala hal, aku masih bisa sekolah, masih bisa makan dengan teratur bahkan masih bisa jajan. Namun hati kecil ini pun akhirnya mengakui bahwa merekalah yang beruntung, mereka masih bisa makan dengan hasil jerih payah mereka sendiri, bukan meminta pada orang tua, seperti aku.
            Setiap minggunya aku harus berangkat ke tempatku menimba ilmu, yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalku. Memerlukan sekitar 7 jam perjalanan darat agar bisa sampai di tempatku belajar.
            Banyak orang yang mengasihiku karena mungkin aku akan lelah dengan perjalanan panjang ini, namun bagiku itu semua adalah tantangannya. Dengan jarak jauh aku tempuh pendidikan, dengan biaya yang tidak sedikit, dengan uang yang pas-pasan, semua itu harus aku jalani.
            Sebelum pertengahan hari biasanya aku telah sampai di tempatku belajar, sambil menunggu jam pertama di mulai aku beristirahat sejenak di asrama. Ya, kebetulan disana di sediakan asrama bagi pelajar yang tempat tinggalnya jauh.
            Aku menyukai tempatku belajar ini karena aku sendiri tidak memiliki alasan, aku merasa nyaman belajar disini, lingkungan, fasilitas, cara mengajar dan teman-temannya aku suka.
            Tiba-tiba aku teringat, suatu malam aku dan ayah terlibat pembicaraan serius mengenai tempatku belajar ini. Sepertinya ayah mulai tidak menyukai pilihanku, selain jaraknya yang jauh dari rumah, tempatku belajar ini menurutnya terbilang mahal untuk pembayarannya. Sebisaku aku terus mempertahankan agar aku terus bisa sekolah disini, entah mengapa aku ingin mempertahankannya, aku ingin tetap belajar disana. Tapi aku juga tahu itu akan menjadi kendala ayah dan akan membuat beban ayah semakin berat.
            Itulah mengapa aku iri pada orang jalanan, mereka sepertinya tidak sulit menjalani hidup dan mencari kerja, sedangkan aku rasanya sulit sekali ingin mendapatkan kerja dan mempertahankan tempaku belajar ini.
            Dua hari berlalu, saatnya aku kembali ke kotaku, dalam perjalanan aku berfikir aku akan mencoba dan mengikuti teman-teman jalananku. Hingga akhirnya sebelum pulang ke kotaku, dengan sedikit modal aku membeli barang yang akan aku jual di bis, dan dengan keberanian dan menyingkirkan rasa malu, aku mulai menjajakan barang daganganku dari bis ke bis, awalnya memang terasa sulit, namun Allah mempermudah jalanku.
            Setelah berjam-jam aku menjajakan barang daganganku, alhamdulillah semuanya habis terjual, dan modal pun telah kembali, bahkan sekarang aku mendapat untungnya.
            Sejak saat itu aku putuskan untuk berjuang agar aku bisa tetap belajar di tempatku belajar kini. Setiap sabtu pagi aku berangkat dari kotaku, dan jika masih ada waktu tersisa sebelum jam pertama dimulai, aku menjajakan barang daganganku. Dan pada hari berikutnya aku menjajakan kembali barang daganganku sebelum akhirnya aku kembali ke kota kecilku tercinta.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar