Kamis, 18 Juli 2013

Balasan Cintaku (tidak lolos)



Cerita cinta sejatinya ingin berakhir dengan bahagia, happy ending bahasa kerennya, namun siapa sangka apa yang akan terjadi besok atau lusa. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi. Kisah  ini berawal dari aku, Neina. Yang aku tahu cinta itu memberi tanpa mengharap imbalan, cinta itu suci harus jauh dari pengkhianatan, cinta itu murni yang harus dijaga kejujurannya.
            Kisahku ini berlayar bersama Galih, orang yang telah bersamaku selama 78 hari ini. Tak ada hari yang tak kami lewati bersama, aku begitu menyayanginya dan ku harap dia pun menyayangiku. Aku selalu berusaha ada untuknya kapanpun dia membutuhkan pertolonganku. Tak terbersit sedikitpun untuk meninggalkannya bahkan mengkhianatinya, karena bagiku bersikap setia itu perlu.
            Suatu hari Galih jatuh sakit, pada saat itu dia jauh dari keluarganya dan hanya aku yang bisa menolongnya. Aku panik ketika suhu badannya meninggi, aku kasihan melihat dia dengan keadaan seperti itu, antara hidup dan mati. Dengan panik aku pergi mencari bantuan atau toko obat terdekat, aku berlari dari jalan ke  jalan, aku melihat sekitar tak ada satu orang pun yang aku temui. Aku tersadar ini sudah larut malam, pukul 1 pagi tepatnya.  
            Aku tahu dibelakang ada yang mengikutiku, aku langkahkan kakiku lebih cepat. Jika aku kembali tanpa membawa obat, yang ada Galih akan terus demam dan parahnya akan terjadi sesuatu pada Galih. Akhirnya aku beranikan diri untuk terus mencari bantuan atau toko obat terdekat, apapun yang terjadi padaku nanti aku yakin ada tuhan yang melindungiku. Setelah 20 menit berlari akhirnya aku menukan toko obat, dengan nafas yg tercekat aku meminta pramuniaga itu segera memberikan aku obat penurun panas. Setelah mendapatkan obat itu aku kembali dan berlari secepat mungkin agar Galih bisa tertolong.
            Entah kenapa air mata ini tak bisa aku hentikan, air mata ini terus mengalir tanpa henti mengingat kejadian itu, kejadian yang mungkin saja akan membuatku mengalami kejadian buruk dalam hidupku. Dan hari ini aku melihat pengkhianatan yang amat begitu nyata, Galih bersama wanita lain dan mengabaikanku. Dia seperti tidak mengenalku, baginya aku ini seperti kabut yang tak jelas tampak dimatanya.
            Selama ini aku hanya dijadikan tempat perlindungan baginya ketika teman-temannya menjauh, menjadi perawatnya ketika wanita itu tak ada disampingnya, dan tak pernah sediktpun aku ada dihatinya.
            Bagiku yang tulus mencintainya semua itu pengkhianatan yang amat menyedihkan dan pahit, namun baginya itu bukanlah apa-apa. Sekarang setelah semuanya kembali aku yang dia buang, aku yang dia abaikan. Itulah balasan tulus cintaku padanya, balasan dari orang yang aku sayang.
            Ternyata cinta yang aku impikan bersama Galih hanya impian semu dan kenyataan pahit yang aku dapat. Yang semula aku rasa Galih adalah lelaki yang beda dengan yang lain ternyata sama saja. Hanya mempermainkan perasaan dan pemberi harapan palsu pada wanita.

Melepaskanmu (dalam perlombaan)



Salah satu kesalahan yang paling aku ingat adalah ketika aku mencoba melepaskan Indra dari pikiran dan hatiku. Boleh di bilang Indra adalah pacarku, namun telah menjadi mantan sekarang. Melepaskan orang yang kita sayang adalah salah satu hal tersulit bagi jiwaku saat itu, mungkin itulah sisi manusiawiku yang juga sangat sensitif bila berhubungan dengan yang namanya cinta.

Apa boleh buat mau tidak mau aku harus benar-benar merelakannya sekarang, karena saat ini baik orang tua maupun keluargaku yang lain tidak menyetujui hubungan kami. Dan lagi pula aku tahu dia memang banyak sekali teman wanitanya bahkan mungkin pacar yang lainnya, karena hati manusia tidak ada yang tahu seperti apa isinya.

Daripada nantinya aku terluka karena tahu dia berkhianat di belakangku, lebih baik aku putuskan untuk melepaskannya pergi mencari kebahagiaan dan pendamping yang lebih layak untuknya. Hingga saat ini pun hatiku masih belum bisa bersahabat bila melihat atau menyapa wanita-wanita yang pernah dekat dengan Indra, mungkin rasa cemburu ini masih ada, tapi aku yakin dengan seiringnya waktu berlalu perasaan itu akan hilang untuknya.

Dan ini pasti juga akan menjadi keputusan yang baik bagi Indra, dia tidak akan menerima cobaan ataupun ancaman dari orang-orang yang tidak suka dengan hubungan kami. Pastinya dia akan lebih tenang dan bahagia jika bisa memiliki seorang pendamping tanpa adanya tekanan dan tuntutan seperti yang pernah dialaminya ketika masih bersamaku. Selamat tinggal cintaku, bilapun kita berjodoh mungkin kita akan dipertemukan kembali oleh Allah, dan bila tidak itulah takdir-Nya yang indah untuk kita.

Koginara Numbone, suka ketika kesedihan menyapa hidupku karena bagiku kesedihan dapat membuatku lebih merasa bersyukur dan mengubah kesedihan menjadi ide dari setiap karyaku. Belajar dan terus belajar agar menjadi penulis yang menginspiratif banyak orang. FB : Koginara Tabputy Numbone.

Suratku (dalam perlombaan)



Setiap aku merindukan dia aku selalu menemuinya lewat surat, menyampaikan perasaan yang aku rasakan saat dia tidak ada disini. Entah sudah berapa banyak kertas dan tinta yang aku habiskan untuk menuangkan rasa rinduku padanya. Jarak dan waktu ini entah sampai kapan menghalangi kita, sungguh aku merasa semakin rindu setiap harinya.

Sering aku membayangkan jika waktu itu telah datang, aku bisa dekat dengannya, berbagi suka dan duka, bercerita banyak padanya, dan tidak perlu aku menulis surat lagi ketika aku rindu padanya. Bertemu dengannya bertatapan dengan mata indahnya, dan meminjam bahunya ketika aku ingin bersandar. Semuanya akan terjadi jika kita tidak berjauhan seperti ini.

Setelah aku selesai menulis surat rinduku untuknya, aku simpan rapi surat itu dalam kotak. Dan aku berharap suratku segera sampai padanya, agar dia membaca suratku dan segera menemuiku. Kadang aku berfikir apakah dia merasakan rindu yang sama padaku, apakah dia tersiksa karena rindu ini selalu ada dalam hatinya. Apakah dia juga ingin segera bertemu denganku seperti aku ingin segera bertemu dengannya.

Bertahun-tahun lamanya aku memendam rindu ini, hingga akhirnya tidak ada ruang didalam kotakku untuk menyimpan surat rinduku lagi. Namun dari semua surat ini tidak ada satu pun balasan darinya. Harus berapa lama lagi aku memendam rindu ini, agar aku segera bertemu jodohku, yang sejak bertahun-tahun lalu jauh dariku, yang selama ini membuat hatiku rindu akan hadirnya. Dan kembali aku tulis surat untuknya “Ya Rab, segera pertemukan aku dengan jodohku, aku titipkan dia juga rindu ini untuknya, jagalah dia dimanapun dia berada. Aminn”. Aku lipat surat ini, dan aku masukan dalam kotak surat baruku.

Hahh Dicuekin (dalam perlombaan)



Aku Gie, kelas dua SMA yang lagi suka banget sama yang namanya main, entah itu main game atau main ke rumah sahabat-sahabatku. Aku punya tiga orang sahabat, Ve, Rien dan Hana. Kami dekat sejak awal masuk SMA lebih tepatnya ketika kami mengikuti mos. Sejak saat itulah kami tidak pernah terpisahkan, kemana-mana pasti selalu berempat.
            Pernah satu hari setelah pulang sekolah kami memutuskan pulang kerumah Rien, karena pada saat itu rumah Rien lah yang paling dekat dari sekolah. Tiba-tiba aku mencetuskan sebuah ide.
            “Sob, gimana kalo kita balapan ke rumah Rien.”
            Serempak sahabatku menolak ide itu, namun setelah aku memberi tahu hadiah apa yang akan mereka dapatkan.
            “Siapapun yang menang, semuanya aku traktir es campur Mang Ood deh, tapi kalo aku yang menang aku yang kalian traktir, gimana?”
            Mendengar hadiah yang akan mereka dapatkan nanti Ve, Rien dan Hana langsung menganggukan kepala mereka menandakan mereka setuju dengan ideku. Sudah aku duga mereka tidak akan menolak jika aku iming-imingi dengan es campur, es campur itu memang kesukaan kami berempat dari kelas satu, selain enak harganya pun sesuai dengan kantong pelajar yang pas-pasan.
            Tidak usah berlama-lama perlombaan lari dadakan kami berempat pun langsung dimulai.
            “Satu.. dua.. ti.. ga!”
            Secepat kilat kami berempat melesat menjadi yang pertama menuju rumah Rien, demi semangkuk es campur Mang Ood, jalan bolong hingga kubangan air di jalan kami lalui dengan tidak peduli.
            Awalnya Vi yang jago main basket memimpin di depan disusul dengan Hana dan ketiga aku, kalau Rien tertinggal di belakangku. Sebetulnya aku tidak punya cukup uang jika harus membayar empat mangkuk es campur, uangku hanya cukup membayar dua mangkuk es campur.
            “Mau gak mau, aku yang harus menang!” kataku dalam hati.
            Dengan sekuat tenaga aku mulai menggerakan kakiku lebih cepat, berusaha mengejar Hana yang tepat di depanku, awalnya aku dan Hana sejajar, kemudian Hana mencoba lebih cepat lagi berlari, aku tertinggal beberapa langkah dari Hana. Namun lagi-lagi demi es campur Mang Ood aku percepat langakah kakiku, tidak peduli kedua telapak kakiku protes kesakitan karena dipaksa harus lebih cepat berlari, beberapa saat kemudian akhirnya aku bisa menyusul Hana.
            “Yesss.” Kataku senang.
            Tinggal satu lagi lawanku, Ve adalah lawan terberatku, dia memang sangat jago dalam olah raga, apalagi lari untuk Ve adalah hal yang biasa. Namun bagaimana pun juga aku yang harus menang.
            Tiba-tiba Ve berhenti, diam sambil menatap ke tempat Mang Ood menjual es campurnya. Melihat Ve yang sedang lengah aku langsung melesat melewati Ve dengan gampangnya dan terus berlari melewati warung Mang Ood, rumah Pak RT, rumah Sam dan akhirnya aku tiba di rumah Rien.
            “Hore aku menang.” Kataku berteriak.
            Dengan nafas tersengal aku membalikan badan memeriksa sahabat-sahabatku yang tertinggal di belakang, dan ternyata Ve, Rien dan Hana sedang memesan es campur duluan tanpa memperdulikan aku.
            “Hahh.” Kataku kesal.

Tunggu Aku (dalam perlombaan)



            Sepertinya aku ditakdirkan memang tidak bisa selalu bersamamu, menjalani hidup ini dengan tenang dan bahagia bersama orang yang aku cinta. Aku yakin itu adalah takdirku, takdir yang selalu memisahkan tubuh kita, namun tidak dengan hati ini, aku yakin hatimu dan hatiku saling bertautan meski terhalang jarak.
            Di masa kecilku, aku telah terbiasa ditinggal ibuku pergi merantau ke ibu kota. Setiap malam aku selalu menangis bila teringat dia, ketika itu aku di titipkan pada nenekku. Waktu itu aku sangat membenci ibuku yang selalu meninggalkanku, aku selalu iri melihat teman-temanku ketika bersama ibu mereka, namun setelah aku dewasa aku baru mengerti bahwa ibuku tidak semata-mata meninggalkan aku tanpa sebab, karena aku dia harus bekerja lebih keras lagi, demi memenuhi kebetuhan diriku.
            Melihat kondisi nenekku yang tidak mungkin disusahkan untuk mengurusku hingga besar, akhirnya aku di urus oleh saudara ibuku, hingga akhirnya aku bisa tumbuh sehat dan kebutuhanku cukup terpenuhi.
            Namun masalah lain muncul ketika aku telah mengerti akan situasi yang terjadi dalam hidupku, ketika aku ingin menemui ibuku, orang tua angkatku seperti tidak setuju jika aku menemuinya, kadang aku bertanya apakah aku salah menemui ibu kandungku sendiri? Apakah aku tidak boleh lagi bertemu dengan ibuku yang telah melahirkanku dan memberikan kesempatan padaku untuk melihat dan menjalani hidupku di dunia?
            Memang tidak semua pertemuanku dan ibuku di tentang orang tua angkatku, namun mereka sering mengancamku dengan ancaman dan perkataan yang membuatku menangis, dalam rasa sakitku aku selalu berdoa agar suatu hari aku masih diberi kesempatan hidup bersama ibuku lagi.
            Memang jasa kedua orang tua angkatku tidak kalah mulianya dengan ibuku, aku pun sangat menyayangi mereka, bahkan aku tidak membedakan kasih sayangku untuk mereka, aku ingin adil kepada semua orang tuaku. Kadang aku merasa lelah dengan keadaan hidupku yang tidak seperti teman-temanku, hidup nyaman dengan kedua orang tua kandung mereka, walau susah dan senang mereka tetap bersama, tanpa ada rasa takut untuk bersama tanpa ada ancaman, juga rasa cemburu satu sama lain.
            Mungkin memang ini takdirku, takdir hidup yang telah digariskan Allah untuk aku jalani, takdir dimana kesabaran kami di uji. Takdir hidup bersama orang tua angkat yang sangat baik dan sangat menyayangiku. Juga takdirku untuk hidup terpisah dari ibuku yang sangat aku rindukan. Dan ayahku sudah sejak kecil kami berpisah, ayahku telah memiliki keluarga baru, dan terkadang aku bertemu dengannya. Aku bangga dengan ibuku, yang tidak kenal lelah juga wanita yang sangat kuat, menjadi orang tua tunggal ketika aku masih kecil hingga sekarang aku dewasa.
            Dunia ini memang penuh keajaiban, do’a yang selama ini aku panjatkan akhirnya dikabulkan oleh Allah. Akhirnya aku dan ibuku hidup bersama, karena pada saat itu aku memutuskan mencari pengalaman untuk bekerja di ibu kota. Meski kedua orang tua angkatku tidak menyetujuinya namun tidak ada alasan untuk mereka menolaknya.
            Ketika itu hari-hariku penuh kebahagiaan, meski kami memiliki uang pas-pasan tapi kami menjalani itu semua dengan bahagia. Kadang kami makan satu piring berdua ketika kalender menunjukan tanggal tua. Namun justru itulah bahagianya, entah kenapa aku merasa hal ini justru yang membuatku nyaman. Beberapa bulan hidup bersama ibuku, ada hal yang sangat berbeda yang aku rasakan ketika aku hidup bersama orang tua angkatku. Mungkin hanya orang-orang yang di beri kesempatan seperti aku yang bisa merasakannya.
            Dan pada suatu hari ketika suatu masalah mendera kami, akhirnya kami terpisah kembali, aku kembali ke kampung halamanku karena aku akan melanjutkan sekolahku. Dan ibuku tetap berada di ibu kota, sangat berat untuk memutuskan hal itu, namun lagi-lagi dunia ini penuh dengan misteri dan keajaiban, dan inilah takdir yang harus aku jalani lagi.
            Akhirnya aku kembali ke tempat dimana aku dibesarkan, awalnya semua berjalan dengan nyaman, orang tua angkatku sangat perhatian, banyak janji-janji yang mereka obralkan padaku jika aku menuruti keinginan mereka untuk melanjutkan sekolah di kampung halaman.
            Seiring berjannya waktu, aku mulai menagih janji-janji yang sudah terlanjur aku harapkan terjadi. Memang tidak semuanya mereka penuhi tapi aku sangat kecewa dan bahkan menyesalinya sekarang. Karena apa yang mereka janjikan itu hanyalah harapan kosong yang mereka tawarkan padaku.
            Akhirnya musim liburan pun tiba, dan aku telah berencana untuk pergi mengunjungi ibuku di ibu kota. Namun lagi-lagi langkahku untuk menemui ibuku terhenti, aku tidak diperbolehkan bertemu dengannya. Meski mereka menolaknya dengan alasan lain, namun bagiku itu sama saja, mereka masih tetap seperti dulu, yang takut aku akan pergi dan lebih menyayangi ibuku lalu akan meninggalkan mereka.
            Dan malam ini aku menangis mengingat kebersamaanku dengan ibuku ketika itu, aku ingin merasakan hal yang sama lagi. Ibu, tunggulah aku 4 tahun lagi, ketika aku lulus dan aku akan mencari kerja di tempat ibu berada, agar kita bisa hidup bersama lagi bu, ibu tunggu aku ya, aku ingin membahagiakan ibu, aku ingin dekat dengan ibu, aku ingin rambutku ibu belai hingga aku tertidur seperti waktu itu ibu lakukan padaku. Ya Allah jangan pisahkan kami dulu sebelum aku bahagiakan ibuku, sebelum aku merasakan hidup bersama ibuku lagi, dan sebelum aku merasakan belaian tangan ibu dirambutku hingga aku tertidur untuk selamanya.