Senin, 30 Juni 2014

Kenapa iri datang?

Entah untuk keberapa kalinya si iri menemuiku lagi, kali ini dia datang karena pesona seorang wanita yang entah membuat dirinya merasa buruk. Apapun yang wanita itu lakukan selalu saja membuat si iri cemburu, padahal jelas-jelas bukan salah wanita itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku pada iri.
Dia hanya diam, tak berucap satu kata pun, dia hanya menunduk terdiam lalu menangis.
"Hei iri kenapa?"
Tangisannya makin deras, nafasnya makin sulit dia atur, sepertinya iri mengalami tekanan hati yang amat berat.
"Apakah ini berhubungan dengan dengki, jodohmu?"
Iri pelankan tangisnya, kemudian dia mengangguk. "Iya, ini semua ada hubungan dengan dengki".
Bukankah jodoh tidak akan pernah tertukar, tidak akan pernah salah alamat. Kenapa iri harus merasa khawatir terhadap dengki, atau jangan-jangan dengki telah jatuh hati kepada wanita itu.
"Dengki selingkuh?" tanyaku lagi pada iri.
"Tii..dakk" jawabnya.
Aku masih bingung dengan persoalan yang dihadapi iri. Ada apa sebenarnya? Sungguh ini membuatku semakin penasaran.
"Lalu mengapa kamu menangis, apa sebenarnya yang kamu tangisi?"
Begini...
Iri telah lama bersama dengki, entah berapa ribu tahun mereka bersama menghabiskan jatah hidup mereka di dunia fana ini. Namun pada abad ini iri merasa dengki telah pindah ke lain hati, tapi sayang apa yang iri katakan tak ada buktinya sama sekali. Apakah ini hanya prasangka saja?
Heii,, aku merasa tidak pernah cocok untuk dengki ku, sepertinya dia akan lebih bahagia dengan wanita itu. Oh andai kamu tahu apa yang aku rasakan ketika melihat wania-wanita itu?
"Tunggu apa maksudmu wanita-wanita, apakah kamu membandingkan dirimu sendiri dengan banyak wanita baru?"
Iya disana banyak sekali wanita yang jika dibandingkan denganku, aku ini tidak ada apa-apanya dengan mereka, mereka itu baru dan yang pasti lebih mengkilap dibandingkan aku. Namun heii, aku merasa memang itulah kenyataan yang ada dan aku menerimanya dengan ikhlas, meski hingga saat ini aku masih belajar untuk ikhlas.
Yang lebih lucunya aku sempat meniru seperti mereka, tujuanku hanya satu agar aku tidak tersisih dari matanya dengki, agar dengki melihatku sama seperti melihatku dulu yang seperti wanita kinclong itu.
Namun itu hanyalah sebuah usaha yang tetap saja membuat aku merasa dengki akan lebih bahagia dengan salah satu dari wanita itu. Heii, andaikan aku dilahirkan tidak akan beruban, mungkin dengki akan terus bersamaku, tidak maksudku hatinya. Bukankah hati pria akan lebih sulit ditebak dan dijaga oleh wanitanya?
"Iri, apakah yang dengki katakan atas apa yang kamu tuduhkan?"
Tentu dia menjawab hanya aku dimatanya, namun seperti angin kata-katanya hanya lewat sepintas di wajahku.
"Apakah kamu tidak percaya lagi padanya?"
Ingin sekali aku percaya sepenuhnya pada dengki, tapi sayang sekali walau mulut berkata percaya namun hati menolak setengahnya, aku masih belum bisa seutuhnya percaya pada pria, Heii. Karena yang aku tahu pria tidak akan pernah menjaga matanya dari hal-hal yang mebuat wanitanya khawatir, aku takut hal itu akan terjadi pula pada dengki.
"Jadi maksudmu dengki sama saja seperti pria b*jing*n lainnya?"
Tidak, sama sekali tidak, Heii dia pria yang sangat baik yang kelihatannya sangat menyayangiku, dia yang telah menyembuhkan hati ini dari derita masa laluku yang suram. Aku sangat yakin dia pria baik-baik dia sama sekali berbeda dengan pria lain.
"Lalu mengapa kamu seperi ini padanya, apa kamu tidak memahami hatinya, ayolah berikan kepercayaan dan hatimu pada dia yang sangat menyayangimu?"
Iri mengis lagi, kali ini tangisannya amat miris..



Aku amat mencintainya, sungguh aku menyayanginya...
Aku selalu suka melihat wajah cerianya, wajah yang menenagkan hati ini. Aku hanya takut kehilangannya, kehilangan cinta, hati dan kasihnya, aku tak mau ada wanita lain yang mengambil perhatiannya, sangat tidak sudi!
Namun aku hanya ingin melihatnya bahagia, Heii. Tak apa aku menderita dengan rasa sakit ini jika nanti melihatnya bahagia dengan wanita baru itu, aku akan mencoba ikhlas. Karena aku tahu mereka sepadan. Aku hanya ingin melihatnya bahagia dan biarkan aku yang merasa sakitnya, biarkan, biarkanlah aku yang menderita...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar